Prospek Global Meredup, Redam Agresivitas Dua Bank Sentral di Asia
Thursday, June 20, 2019       16:11 WIB

Ipotnews - Indonesia dinilai telah berada di jalur yang benar untuk bergabung dalam siklus pelonggaran moneter global, bersama dengan Filipina. Prospek global yang semakin suram memaksa bank sentral kedua negara itu, untuk membalikkan arah kebijakan moneternya yang sebelumnya terbilang paling agresif di Asia.
Meskipun Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan suku bunga usai Rapat Dewan Gubernu BI hari ini, Kamis (20/6), namun BI menurunkan Giro Wajib Minimum bank umum dan bank syariah sebesar 50 basis poin, untuk memastikan ketersediaan likuiditas di pasar uang.
"Bank Indonesia terus mencermati kondisi pasar keuangan global dan stabilitas eksternal perekonomian Indonesia dalam mempertimbangkan penurunan suku bunga kebijakan sejalan dengan rendahnya inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Strategi operasi moneter tetap diarahkan untuk memastikan ketersediaan likuiditas di pasar uang," ungkap BI dalam rilisnya hari ini.
Sementara itu, Bangko Sentral ng Pilipinas, yang telah memangkas suku bunga 0,25 poin pada Mei lalu, diperkirakan akan menurunkan lagi suku bunga acuannya.
Pergeseran sikap Federal Reserve AS, yang mengisyaratkan kesiapan untuk menurunkan suku bunga, memberikan ruang lebih lanjut bagi kedua bank sentral Asia itu untuk melonggarkan kebijakan moneternya.
Indonesia dan Filipina masing-masing menaikkan suku bunga sebesar 175 basis poin pada tahun lalu, untuk membantu rupiah dan peso agar mampu keluar dari tekanan penurunan, dan menjaga inflasi tetap terkendali di tengah kejatuhan pasar global.
Tetapi pada tahun ini, ceritanya berubah akibat memudarnya permintaan global, dan memburuknya perang dagang AS-China. Pernyataan The Fed yang berhati-hati membuat bank-bank sentral Asia, dari India hingga Australia, menggeser arah kebijakan moneter yang lebih longgar, demi mendorong pertumbuhan.
"Kedua bank sentral itu memiliki bias pelonggaran yang jelas," kata Krystal Tan, ekonom Australia & Selandia Baru Banking Group Ltd., di Singapura. Mereka menaikkan suku bunga secara agresif pada tahun lalu, terutama karena sikap The Fed yang  hawkish  untuk kasus Indonesia, dan inflasi yang tinggi di Filipina.
Kini, "kedua faktor tersebut telah meredup, memberi mereka ruang untuk melonggarkan kenaikan sebelumnya demi mendorong pertumbuhan," imbuh Tan, seperti dikutip  Bloomberg , Kamis (20/6).
Meskipun inflasi Filipina melaju lebih cepat pada bulan lalu, tetapi tetap dalam target 2-4% dan telah melambat sejak Oktober lalu. Namun dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan di kuartal pertama, Gubernur Sentral Bangko Benjamin Diokno diprediksi akan melangkah dengan pelonggaran moneter lebih jauh.
Sebuah survei oleh Bloomberg menunjukkan 16 dari 24 ekonom memprediksi penurunan suku bunga acuan bank sentral Filipina sebesar 25 basis poin menjadi 4,25% pada hari Kamis.
"Tren inflasi tetap turun dan pertumbuhan masih terhambat akibat efek berlarut-larut dari penundaan anggaran," kata Eugenia Victorino, ahli strategi Asia di Skandinaviska Enskilda Banken AB, Singapura, yang memperkirakan pemotongan suku bunga. Prospek global yang suram juga menghadirkan "risiko pelonggaran lebih lanjut," katanya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, beberapa hari lalu mengatakan ada ruang untuk melonggarkan kebijakan moneter. Ia juga memperingatkan bahwa perekonomian Indonesia mungkin akan tumbuh di rentang terendah perkiraan 5 sampai 5,4% pada tahun ini. Namun risiko ketidakpastian global yang masih menghantui pasar keuangan dan volatilitas arus modal menahan BI untuk menetapkan keputusannya.
Hanya tujuh dari 35 ekonom dalam survei Bloomberg, yang mengekspektasikan penurunan suku bunga acuan menjadi 5,75% pada hari ini, sedangkan selebihnya memprediksi tidak berubah.
"Inilah saat yang tepat bagi BI untuk pindah persneling," kata Rahul Bajoria, ekonom senior di Barclays Plc., di Singapura, yang memperkirakan penurunan suku bunga. "Kami tidak melihat stabilitas Indonesia sedang terancam dengan siklus pemotongan suku bunga yang kecil, melainkan akan membantu menyeimbangkan risiko pertumbuhan," ia menambahkan.
Namun pelaku bisis perbankan mempunyai pandangan berbeda. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja berpendapat, BI perlu menahan suku bunga acuan karena masih ada beberapa gejolak di dunia politik dalam negeri. "Bulan depan boleh turun, tapi tergantung penilaian yang membuat kebijakan," ujarnya.

Sumber : Admin